Memperjuangkan Tenaga Kerja Lokal Jangan Jadi Bahan Politik Ditengah Rencana Berdirinya Industri Metanol di Kutim
Abdal : "Perda Saja Belum Selesai, Bagaimana Mau Berpihak Pada Pekerja Lokal"

Upnews.id, Sangatta – Tiga investor besar rencananya mendirikan pabrik industri metanol di Kabupaten Kutai Timur. Dengan estimasi investasi yang bakal dikucurkan hingga 2 miliar USD atau senilai Rp. 3 triliun. Rencana tersebut terungkap saat dilakukannya rapat secara virtual antara Bupati Kutai Timur, Gubernur Kaltim, Pemerintah Pusat dan pihak swasta pada senin (18/05/2020) yang lalu.
Rencana masuknya investor ke Kecamatan Bengalon, Kaliorang dan Sangkulirang tersebut. Dinilai oleh Sayyid Abdal Nanag Alhasani selaku Ketua Adat Besar Kutai Timur (ABK), justru menjadi bahan politik oleh sejumlah pejabat. Terutama mengenai wacana memperjuangkan tenaga kerja lokal untuk dipekerjakan pada industry gasifikasi batubara menjadi metanol tersebut.
Menurutnya, selama masa jabatannya tersisa beberapa bulan lagi ini. Harus dibuktikan wacana keberpihakan pada tenaga kerja lokal itu. “statmen bakal memprioritaskan tenaga kerja lokal jangan hanya jadi wacana politik. Jangan hanya berkoar-koar, harus dibuktikan dari sekarang,” jelas Abdal.
Ketua ABK memberikan gambaran singkat mengenai perjuangan pemerintah dalam menyelesaikan persoalan ketenagakerjaan. “banyak persoalan di disnakertrans yang hingga kini tidak selesain, banyak buruh ke DPRD untuk mengadukan nasibnya, hingga perda ketenagakerjaan yang tak kunjung selesai,” tambahnya.
Keseriusan Abdal Nanang dalam memperjuangkan tenaga kerja lokal telah dibuktikan sebelum dirinya menjadi Ketua DPRD Kutim. Dengan mendirikan Yayasan Kerukunan Kutai Sangatta (YKKS) dan berhasil memasukan kurang lebih 1.300 orang bekerja di PT KPC pada waktu itu.
“Saya dulu membuat sistem dengan 4 kriteria tenaga kerja lokal, dari putra daerah asli, lahir di Sangatta, Anak yang besar di Sangatta, hingga pendatang. Dari kriteria itu kita bakal memasukan orang yang dibutuhkan perusahaan dengan priortias pertama hingga ke empat,” ujarnya.
Pada masa itu, dirinya mengharuskan orang Kutai diterima oleh perusahaan meskipun tidak memiliki ijazah. “Tidak bisa kerja di kantor, pegang sapu atau bisa juga jadi pembantu mekanik. Sehingga tidak ada penerimaan karyawan sesuai asal bos perusahaan,” tegas Abdal.
Untuk saat ini, keputusan berada ditangan pemerintah. Oleh sebab itu pemerintah harus siap lahir dan batin memperjuangkan masyarakat demi kesejahteraan Kutai Timur. (nz)