Zonasi SPMB Dikritik Tak Merata: DPRD Kaltim Desak Aturan Lokal yang Adil

Upnews.id, Samarinda – Anggota Komisi IV DPRD Kalimantan Timur, Agusriansyah Ridwan, kembali menyoroti kelemahan sistem zonasi dalam Seleksi Penerimaan Peserta Didik Baru (SPMB).
Politisi PKS itu berpendapat bahwa penerapan zonasi tidak bisa seragam di seluruh Indonesia, terutama mengingat kondisi geografis dan ketimpangan infrastruktur yang ekstrem di Kaltim.
Baca Juga : SPMB 2025, Sistem Zonasi Dihapus, Gunakan Jalur Domisili Sebagai Pengganti
“Zonasi itu baik sebagai prinsip pemerataan, tapi tidak bisa diberlakukan sama rata. Di Kaltim, jarak dan akses itu tantangan serius,” ujar Agusriansyah.
Dirinya mendasarkan argumennya pada Pasal 31 UUD 1945, menegaskan bahwa hak pendidikan dasar setiap warga negara harus menjadi prioritas utama dalam perumusan kebijakan zonasi, bukan sekadar mengikuti standar kota besar.
Agusriansyah memberikan gambaran nyata dari Kutai Timur, Berau, dan Bontang, di mana meskipun jumlah rombongan belajar memadai, siswa di pedalaman masih kesulitan mengakses sekolah yang sesuai.
“Kalau sekolahnya ada tapi aksesnya sulit, atau tidak sesuai minat siswa, apa gunanya zonasi? Ini yang harus dievaluasi secara mendalam,” tegasnya.
Menurut Agusriansyah, ketimpangan sarana prasarana dan kualitas guru antarwilayah justru menciptakan diskriminasi baru melalui kebijakan zonasi.
Baca Juga : Pemprov Kaltim Bakal Berikan Atribut Sekolah Gratis Bagi Ribuan Siswa Baru
Untuk itu, ia mendesak Pemprov Kaltim merumuskan peraturan daerah (perda) atau petunjuk teknis khusus yang mengakomodasi karakteristik unik daerah.
“Kalau tidak ada regulasi lokal, kita justru melanggengkan diskriminasi terhadap peserta didik. Negara wajib hadir memastikan keadilan,” ujarnya.
Lebih lanjut, Agusriansyah mengingatkan bahwa penyelesaian isu zonasi memerlukan proaktivitas pemerintah daerah dan sinergi lintas kementerian.
Baca Juga : BPK Temukan Kejanggalan di Beasiswa Kaltim Tuntas, DPRD Kaltim Desak Tindak Lanjut
Solusi komprehensif diperlukan untuk masalah akses dan sarana pendidikan, meliputi penyediaan transportasi sekolah, standarisasi gedung, hingga peningkatan mutu guru.
“Saya kebetulan meneliti soal ini dalam disertasi saya. Maka saya tahu bahwa ini bukan sekadar soal regulasi teknis, tapi soal keadilan sosial,” pungkasnya, menekankan urgensi masalah ini dari sudut pandang keadilan sosial. (An/Dr-Adv)