Upnews

Jimmi S.T. Minta KPC Buka Data Detail Operasional, Tepis Kerugian Fiskal Akibat Penurunan Profit Sharing

upnews.id Sangatta — Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kutai Timur, Jimmi S.T., menyikapi penurunan signifikan dalam penerimaan profit sharing daerah dari PT Kaltim Prima Coal (KPC). Ia menegaskan bahwa anjloknya angka penerimaan ini harus diikuti dengan penjelasan terbuka dan berbasis data yang kuat dari pihak perusahaan. Langkah ini krusial karena penurunan penerimaan sektor pertambangan berdampak langsung pada kemampuan fiskal daerah dalam membiayai program pembangunan.

“Kami tidak bersedia hanya menerima angka tanpa mendapatkan rincian perhitungannya secara mendetail,” tegas Jimmi.

Jimmi menjelaskan bahwa DPRD Kutim telah melakukan kunjungan ke KPC untuk memahami formula profit sharing. Perusahaan menyebutkan, penurunan pendapatan dipengaruhi oleh fluktuasi harga acuan batu bara internasional. Namun, Jimmi menilai bahwa alasan tersebut perlu dikaji ulang secara mendalam karena banyaknya variabel lain yang memengaruhi besaran bagi hasil, termasuk biaya operasional.

Jimmi menyoroti, berdasarkan penjelasan KPC, terdapat selisih produksi yang menjadi dasar perhitungan sebesar kurang lebih 7 juta ton per tahun, dengan penyesuaian harga mengikuti standar pasar internasional.

Kendati demikian, DPRD menuntut agar transparansi operasional KPC dibuka ke publik, terutama mengenai biaya produksi dan tingkat efisiensi internal perusahaan. Ia menyebut transparansi ini penting untuk memastikan tidak ada ketimpangan data yang secara struktural merugikan Kutai Timur sebagai daerah penghasil sumber daya alam. “Kita ingin tahu apakah biaya operasional yang diakui sudah berada dalam batas standar yang wajar,” ujarnya.

Selain isu internal KPC, Jimmi juga menyoroti bahwa Pemerintah Pusat sedang menyusun ulang variabel perhitungan Dana Bagi Hasil (DBH) dan Royalti. Ia menekankan, DPRD dan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kutim harus segera melengkapi diri dengan data yang valid dan komprehensif agar mampu melakukan uji ulang terhadap formula baru yang akan ditetapkan oleh kementerian.

“Daerah tidak boleh bersikap pasif. Kita harus proaktif dan siap membawa data lengkap saat bernegosiasi dengan Pemerintah Pusat atau kementerian terkait,” jelasnya.

Jimmi menegaskan bahwa penurunan profit sharing tidak bisa dianggap enteng. Penerimaan dari sektor pertambangan masih menjadi tulang punggung utama APBD Kutai Timur. Oleh karena itu, setiap indikasi ketidakwajaran dalam perhitungan bagi hasil harus segera diklarifikasi agar tidak memicu ketimpangan fiskal daerah yang berkepanjangan.

Ia berharap perusahaan-perusahaan besar seperti KPC menjalin komunikasi yang lebih terbuka dengan Pemkab. Menurut Jimmi, transparansi adalah bagian dari komitmen perusahaan terhadap daerah tempat mereka berinvestasi.

DPRD Kutim berkomitmen untuk terus mengawal isu profit sharing ini hingga tercapai kejelasan dan keadilan. Ia berharap langkah ini menjadi momentum untuk memperbaiki skema penerimaan tambang, demi stabilitas dan keberlanjutan pembangunan di Kutai Timur. (ADV)

Baca Juga

Back to top button