Upnews

Pansus DPRD Kaltim Konsultasi Ranperda PPPLH ke KLHK RI, Guntur Tekankan Sanksi Tegas dan Penguatan Peran Daerah

Upnews.id, JAKARTA – Dalam rangka memperkuat dasar hukum pengelolaan lingkungan hidup di daerah, Panitia Khusus (Pansus) DPRD Kalimantan Timur yang tengah membahas Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPPLH) melakukan konsultasi awal ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI, Rabu (6/8/2025).

Konsultasi tersebut menjadi langkah awal penting dalam penyusunan regulasi daerah yang diharapkan menjadi payung hukum perlindungan lingkungan berkelanjutan di Kaltim.

Rombongan dipimpin oleh Ketua Pansus, Guntur, dan dihadiri sejumlah anggota DPRD seperti Fadly Imawan, Apansyah, Budianto Bulang, Akhmad Reza Fachlevi, Safuad, Abdurahman KA, dan Arfan. Turut mendampingi, Plt. Kabid Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) DLH Kaltim, M. Wahyudin. Mereka diterima oleh Direktur Perencanaan Sumber Daya Alam dan Bina Lingkungan (PSDAB) KLHK RI, Hariani Samal, beserta jajaran.

Dalam pertemuan itu, Pansus DPRD Kaltim menyoroti berbagai persoalan lingkungan di daerah, mulai dari bekas lahan tambang yang tak direklamasi, kebakaran hutan, konflik lahan, hingga ancaman terhadap satwa endemik seperti pesut Mahakam. Selain itu, terbatasnya kewenangan daerah dalam pengawasan dan penegakan hukum juga menjadi perhatian utama.

Ketua Pansus, Guntur, menegaskan bahwa penyusunan Ranperda PPPLH bukan hanya agenda rutin legislasi, melainkan langkah konkret untuk menjawab tantangan ekologis yang kian kompleks di Kalimantan Timur.

“Kami tidak ingin regulasi ini hanya menjadi dokumen normatif. Ranperda PPPLH harus mampu menjawab realitas di lapangan, mulai dari konflik lahan, pencemaran, hingga lemahnya penegakan hukum lingkungan,” ujarnya.

Ia menambahkan, perlu adanya pembagian kewenangan yang tegas antara pemerintah pusat dan daerah, khususnya dalam pengelolaan kawasan non-hutan seperti daerah aliran sungai (DAS), wilayah pesisir, serta lahan pascatambang.

“Kami ingin ada satu bab khusus mengenai sanksi dalam Ranperda ini. Banyak perusahaan yang mendapat predikat merah dalam PROPER, tapi tidak ada konsekuensi hukum yang jelas. Ini harus diubah,” tegasnya.

Selain aspek penegakan hukum, Guntur juga menekankan pentingnya keterlibatan publik dalam pengawasan lingkungan. Ia meminta agar mekanisme pengaduan masyarakat dan audit legal perizinan lingkungan dimasukkan dalam Ranperda sebagai bentuk transparansi dan kontrol sosial.

“Regulasi yang mengabaikan suara masyarakat justru berisiko melanggengkan konflik ekologis. Kami ingin Ranperda ini membuka ruang partisipasi yang nyata,” tambahnya.

Dalam pandangannya, pembangunan daerah harus berjalan beriringan dengan pelestarian fungsi ekologis. Karena itu, DPRD Kaltim berkomitmen menghadirkan aturan yang berkelanjutan, adaptif, dan selaras dengan kebijakan nasional.

Sementara itu, pihak KLHK menjelaskan bahwa RPPLH merupakan dokumen strategis perencanaan pembangunan berkelanjutan di daerah, yang menjadi acuan bagi RTRW, KLHS, dan RPJMD. Namun ditegaskan, ketentuan sanksi administratif dan pidana tidak termasuk dalam RPPLH, sehingga perlu diatur melalui regulasi pelaksana seperti Ranperda PPPLH.

KLHK juga merekomendasikan agar pengelolaan DAS, perlindungan mangrove dan gambut, serta sistem pengaduan masyarakat turut menjadi bagian dari muatan Ranperda tersebut.

Kegiatan konsultasi ini menjadi bukti komitmen DPRD Kaltim dalam menyusun regulasi lingkungan yang responsif terhadap kondisi daerah, khususnya di wilayah penyangga Ibu Kota Nusantara (IKN) yang tengah menghadapi tekanan pembangunan yang pesat.

(Put/nt/Dr-Adv)

 

Baca Juga

Back to top button