DPRD KutimKutai Timur

Forum Pemuda Kutim Desak DPRD Tangani Dugaan Mafia Proyek, Ini Tanggapan Ketua DPRD 

Upnews.id, Sangatta  – Forum Pemuda Kutai Timur (Pekutim), yang diwakili oleh Alim Bahri, menyampaikan kritik keras terhadap dugaan praktik jual beli proyek di Kabupaten Kutai Timur, yang dinilai merugikan masyarakat. Alim menyerukan agar Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kutai Timur mengambil langkah tegas dalam pengawasan proyek-proyek tersebut.

“Kami sangat miris melihat situasi ini. Isu yang berkembang terkait adanya potongan sebesar 10 hingga 12 persen dalam proses pekerjaan sangat meresahkan,” ungkap Alim saat ditemui usai hearing di kantor DPRD Kutim, Senin (28/10/2024).

Menurut Alim, DPRD perlu menjalankan fungsi pengawasan yang efektif untuk memastikan anggaran benar-benar digunakan untuk kesejahteraan masyarakat. Ia menyebutkan bahwa pengawasan tidak boleh hanya bersifat formalitas, tetapi harus berorientasi pada kepentingan rakyat.

“Kami ingin DPRD melaksanakan tugas pengawasannya dengan benar, memastikan bahwa anggaran tidak disalahgunakan oleh pihak-pihak tertentu,” lanjutnya.

Lebih lanjut, Alim menyebutkan bahwa proyek-proyek yang sedang menjadi sorotan melibatkan dana pokok-pokok pikiran (pokir) anggota DPRD. Ia menduga proyek-proyek ini telah menjadi lahan bisnis pribadi bagi sebagian pihak.

“Oleh karena itu, kami mendorong pihak-pihak terkait, terutama DPRD, kepolisian, dan kejaksaan, untuk turun tangan dalam melakukan pencegahan agar potensi korupsi bisa diminimalisir,” tegasnya.

Alim menilai, kolaborasi yang kuat antara DPRD, kepolisian, dan kejaksaan sangat dibutuhkan untuk memberantas praktik yang dinilai merugikan masyarakat.

“Jika ketiga pihak ini memiliki visi yang sama dalam memerangi korupsi, maka permasalahan yang ada akan lebih mudah diatasi,” tambahnya.

Selain itu, Alim mengungkapkan keganjilan dalam penggunaan dana pokir, yang menurutnya seharusnya berasal dari aspirasi masyarakat, bukan menjadi alokasi tetap setiap anggota dewan.

“Pokir itu seharusnya berbentuk usulan dari masyarakat, bukan anggaran tetap yang melekat pada anggota dewan. Jika benar anggaran pokir mencapai Rp10 miliar per anggota, maka mekanisme ini perlu dikaji ulang,” tuturnya.

Alim juga meminta agar DPRD menjelaskan penggunaan dana pokir yang diduga mencapai sekitar Rp220 miliar secara transparan.

“Jika benar angka ini melekat pada anggota dewan, maka ini harus dihentikan. Fungsi pokir harus dikembalikan ke tujuan awalnya, yaitu sebagai usulan dari rakyat, bukan sebagai dana tetap,” tandasnya.

Ketua DPRD Kutai Timur, Jimmy, menanggapi desakan tersebut dengan menegaskan komitmen lembaga untuk memastikan proyek berjalan dengan transparan.

“Mereka meminta agar tidak ada mafia anggaran, dan kami memahami bahwa pokir bukan dinilai dari besaran anggaran, tetapi dari judul usulan yang benar-benar prioritas bagi masyarakat,” ujar Jimmy.

Ia menambahkan, DPRD dan pemerintah terus berupaya untuk mengurangi praktik-praktik yang merugikan masyarakat, sembari memastikan pengelolaan anggaran sesuai dengan harapan masyarakat. Ia menegaskan bahwa DPRD akan terus mendukung kebijakan yang berdampak positif bagi masyarakat.

“Kami berharap langkah-langkah ini membawa kebaikan bagi kita semua dan mendorong kesejahteraan masyarakat Kutai Timur,” jelasnya.(Ir/Nt/Dr-Adv)

Baca Juga

Back to top button