Bupati Ardiansyah Dorong Mediasi Berjalan Fair dalam Kasus Ketenagakerjaan PT PAMA

Upnews.id, SANGATTA – Pembahasan dugaan pelanggaran normatif ketenagakerjaan di PT Pama Persada Nusantara (PAMA) kembali berlangsung di Ruang Arau, Kantor Bupati Kutai Timur, Kamis (13/11/2025). Rapat dipimpin Bupati Kutim Ardiansyah Sulaiman dan diikuti oleh Distransnaker Kutim, manajemen PT PAMA, serta berbagai serikat pekerja.
Ketua DPRD Kutim Jimmi, perwakilan kejaksaan, dan organisasi pekerja seperti SP-UKS, SP3, dan PPMI Kutim juga turut hadir.
Fokus rapat kali ini adalah laporan dari pekerja Edi Purwanto, yang mengaku mendapat Surat Peringatan Ketiga (SP3) akibat hasil pemantauan Operator Performance Assessment (OPA) alat yang menilai kesiapan operator berdasarkan jam tidur minimal enam jam sebelum bekerja.
Edi menjelaskan bahwa dirinya mengalami gangguan tidur akibat hipertensi dan sudah menjalani pengobatan di berbagai fasilitas kesehatan, termasuk RSPKT, atas rujukan dokter perusahaan. Meski sudah mengonsumsi obat tidur sesuai anjuran dokter, hasil OPA tetap mencatat kekurangan jam istirahat selama lima bulan terakhir hingga akhirnya berujung SP3.
Perwakilan serikat pekerja yang hadir melalui Aliansi Serikat Pekerja Kutim menilai penerapan OPA terlalu kaku dan kurang mempertimbangkan kondisi medis karyawan.
“Kalau alat ini sampai menimbulkan tekanan atau mengabaikan kondisi kesehatan pekerja, itu bisa masuk kategori pelanggaran K3 dan hak normatif,” tegas Tabrani Yusuf dari PPMI Kutim.
Ia juga menekankan bahwa OPA semestinya digunakan sebagai alat evaluasi, bukan dasar pemberian sanksi.
Dari pihak manajemen PT PAMA, Tri Rahmat meluruskan bahwa SP3 yang diterima Edi bukan semata-mata karena nilai OPA, melainkan absensi tanpa keterangan resmi pada 8–22 September 2025.
“Surat dari fasilitas kesehatan yang dibawa karyawan sudah kami validasi. Hasilnya, itu surat keterangan berobat, bukan izin tidak bekerja,” jelasnya.
Bupati Ardiansyah menegaskan bahwa Pemkab Kutim tetap mengambil posisi netral dan fokus menjaga agar proses penyelesaian berjalan sesuai aturan ketenagakerjaan.
“Yang penting penyelesaiannya adil dan manusiawi. Kalau ada kebijakan perusahaan yang menimbulkan tekanan psikologis, ya harus dievaluasi bersama,” tegasnya.
Distransnaker Kutim juga menyampaikan bahwa mereka telah mengeluarkan anjuran untuk mempekerjakan kembali salah satu karyawan yang sebelumnya terkena PHK, sekaligus meminta perusahaan melakukan evaluasi terhadap penggunaan sistem OPA.
Rapat ditutup dengan kesepakatan untuk menelaah kembali seluruh data dan dokumen setiap kasus secara bertahap. Pemerintah berharap koordinasi antara perusahaan, pekerja, dan Distransnaker bisa menghasilkan solusi yang melindungi hak pekerja tanpa mengganggu produktivitas perusahaan.(Put/Nt/Dr-Adv)






