ANRI Ajak Kutim Perkuat Tata Kearsipan: Arsip Bukan Sekadar Dokumen

Upnews.id, SANGATTA – Arsip sering dianggap hanya tumpukan berkas, padahal di dalamnya tersimpan rekam jejak pemerintahan, bukti pertanggungjawaban publik, sampai identitas daerah. Itulah pesan yang dibawa Direktur Kearsipan Daerah 1 ANRI, Irwanto Eko Saputro, saat berkunjung ke Kutai Timur (Kutim). Menurutnya, arsip yang tertata bukan hanya kebutuhan teknis, tetapi cerminan pemerintahan yang sehat dan akuntabel.
“Tugas ini bukan tugas yang mudah, maka diperlukan sinergi antara Dinas Perpustakaan dan Kearsipan dengan perangkat-perangkat daerah agar penyelenggaraan kearsipan itu bisa lebih baik,” ujarnya.
Irwanto menegaskan bahwa ANRI berharap setiap perangkat daerah mampu mengelola arsip secara profesional, sehingga dokumen dapat ditelusuri dengan mudah dan dapat dipertanggungjawabkan kapan pun dibutuhkan.
Ia juga memberi perhatian khusus pada arsip bernilai sejarah. Arsip-arsip ini, kata Irwanto, bukan sekadar dokumen lama, tetapi potret perjalanan daerah yang penting untuk dilestarikan dan mudah diakses publik. Ia mengapresiasi langkah Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kutim yang sudah menghimpun khazanah arsip daerah dan menampilkannya lewat pameran foto.
“Dengan melihat pameran ini masyarakat bisa tahu. Ternyata arsip-arsip bernilai guna yang dihasilkan oleh Kabupaten Kutim sudah diselamatkan oleh Dinas Perpustakaan dan Kearsipan,” tambahnya.
Soal penyimpanan dokumen seperti APBD dan APBN sebelum dapat dimusnahkan, Irwanto menjelaskan bahwa semua proses mengikuti Jadwal Retensi Arsip (JRA).
“Di jadwal retensi arsip di sana sudah disebutkan berapa lama disimpan di unit kerja, kemudian berapa lama nanti disimpan di unit kearsipan, kemudian nanti tindakan penyusutan akhirnya seperti apa? Apakah dimusnahkan? Apakah nanti diselamatkan?” jelasnya.
Ia menambahkan bahwa arsip dinamis biasanya memiliki masa retensi minimal sepuluh tahun sebelum ditentukan apakah akan dimusnahkan atau disimpan permanen, tergantung klasifikasinya. Untuk arsip yang sifatnya semi-rahasia, Irwanto mengingatkan bahwa permintaan informasi harus melalui PPID, bukan langsung ke lembaga kearsipan.
“Lembaga kearsipan mereka memiliki kewenangan untuk melakukan pembinaan saja, tetapi terkait dengan layanan informasi publik itu menjadi kewenangan PPID,” terangnya.
Di sisi lain, Irwanto juga menyoroti tantangan klasik lembaga kearsipan daerah, yakni minimnya anggaran. Menurutnya, hal ini sering terjadi karena pimpinan belum memahami pentingnya proses panjang dalam penyelenggaraan kearsipan.
“Pimpinan ini hanya berpikir, oh arsip itu output akhirnya. Tetapi untuk menghasilkan output itu tentunya dibutuhkan pendampingan sejak awal, sampai dengan nanti akhirnya baru menjadi informasi yang memang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat,” tutupnya.
Pesan Irwanto menjadi pengingat bahwa arsip bukan sekadar catatan, tetapi fondasi transparansi dan martabat pemerintahan. Ketika daerah serius mengelola arsip, maka sejarah, akuntabilitas, dan memori kolektif masyarakat akan terjaga untuk generasi berikutnya.(Put/Nt/Dr-Adv)






