Pansus PPPLH DPRD Kaltim Konsultasi ke Kemendagri, Dorong Penguatan Kewenangan Daerah dan Sanksi Tegas

Upnews.id, JAKARTA – Panitia Khusus (Pansus) DPRD Provinsi Kalimantan Timur yang membahas Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPPLH) melaksanakan konsultasi awal ke Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia (Kemendagri), Rabu (20/8/2025).
Langkah tersebut merupakan bagian dari tahapan penting dalam penyusunan regulasi daerah yang diharapkan menjadi dasar hukum kuat bagi perlindungan lingkungan hidup di Kaltim secara berkelanjutan dan berkeadilan.
Rombongan dipimpin oleh Wakil Ketua Pansus, Baharuddin Demmu, bersama anggota DPRD Kaltim Fadly Imawan, Apansyah, Abdurahman KA, dan Husin Djufrie. Turut hadir pula Plt. Kabid Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) DLH Kaltim, M. Ahmidin. Rombongan diterima oleh Analis Hukum Ahli Muda Direktorat Produk Hukum Daerah Ditjen Otonomi Daerah, Baren Rudy S Tambunan, beserta jajaran.
Dalam pertemuan tersebut, Pansus menyampaikan berbagai isu krusial di daerah, antara lain maraknya lahan bekas tambang terbengkalai, kebakaran hutan, konflik lahan, hingga ancaman terhadap satwa endemik seperti pesut Mahakam. Pansus juga menyoroti masih minimnya kewenangan daerah dalam pengawasan dan penegakan hukum lingkungan.
“Kami tidak ingin Ranperda ini hanya menjadi dokumen normatif. Harus ada penguatan substansi, terutama dalam hal sanksi dan kewenangan daerah untuk bertindak tegas terhadap pelanggaran lingkungan,” tegas Baharuddin Demmu.
Ia menambahkan, banyak kasus pencemaran dan kerusakan lingkungan yang tidak tertangani dengan baik akibat tumpang tindih regulasi dan terbatasnya kewenangan pemerintah daerah.
“Kami ingin perda ini menjadi instrumen yang memberi ruang bagi pemerintah daerah untuk bertindak cepat dan tepat,” ujarnya.
Anggota Pansus Fadly Imawan turut menyoroti lemahnya pengawasan terhadap reklamasi pascatambang.
“Kami melihat banyak lubang tambang yang dibiarkan terbuka tanpa reklamasi. Ini bukan hanya soal estetika, tapi menyangkut keselamatan warga dan keberlanjutan ekosistem,” katanya.
Sementara itu, Apansyah menegaskan pentingnya pelibatan masyarakat dalam menjaga lingkungan.
“Keterlibatan masyarakat adalah kunci. Mereka yang paling dekat dengan dampak kerusakan lingkungan,” ujarnya.
Menanggapi hal tersebut, Baren Rudy S Tambunan dari Kemendagri menjelaskan bahwa Ranperda PPPLH berpotensi mencabut dua perda lama, dan menegaskan bahwa daerah memiliki kewenangan untuk mengatur sanksi administratif maupun pidana, selama tetap mengacu pada peraturan perundangan yang lebih tinggi.
“Sanksi pidana harus merujuk pada UU PPLH. Jika sudah ada ketentuan pidana di undang-undang, maka perda cukup merujuk. Perlu diperhatikan bahwa objek sanksi bukan pemerintah daerah, melainkan masyarakat atau pelaku usaha yang melakukan pelanggaran,” jelas Baren.
Ia menilai substansi Ranperda PPPLH telah selaras dengan kebijakan nasional, namun menyarankan agar setelah penyusunan selesai dilakukan, dilanjutkan dengan konsultasi dan pengkajian ulang bersama Kemendagri serta kementerian teknis terkait.
Kegiatan konsultasi ini menjadi langkah penting bagi DPRD Kaltim dalam memastikan Ranperda PPPLH tidak hanya kuat secara hukum, tetapi juga relevan dan aplikatif dalam menjawab tantangan lingkungan di daerah.
(ADV)






