BalikpapanDPRD KaltimKaltimKesehatan

Kaltim Darurat DBD: Lebih dari 2.200 Kasus dan 5 Kematian, DPRD Desak Langkah Preventif Dini

Upnews.id, samarinda – Lonjakan signifikan kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kalimantan Timur sepanjang Januari hingga Juni 2025 memicu kekhawatiran serius.

Data terbaru mencatat 2.210 kasus DBD di wilayah ini, sebuah peningkatan drastis dibandingkan semester sebelumnya, dengan lima orang dilaporkan meninggal dunia. Kota Balikpapan menjadi penyumbang terbesar dengan 602 kasus.

Baca Juga : Agus Aras Soroti Belum Meratanya Akses Kesehatan Gratis di Kaltim Akibat Minimnya Informasi

Menanggapi situasi ini, Anggota DPRD Kaltim dari Fraksi PKB, Damayanti, menyatakan keprihatinannya. Ia menilai bahwa lonjakan kasus ini seharusnya tidak lagi mengejutkan, mengingat DBD merupakan penyakit musiman yang kerap berulang setiap tahun.

“Ini penyakit musiman yang selalu datang tiap tahun. Seharusnya sudah jadi catatan bersama. Kita tidak boleh lengah,” ujarnya saat ditemui di Samarinda.

Damayanti mengapresiasi respons awal pemerintah daerah, khususnya dinas kesehatan, yang dinilainya cukup sigap. Namun, ia menekankan perlunya antisipasi yang lebih terencana dan terukur, terutama saat memasuki musim pancaroba masa transisi dari musim hujan ke kemarau yang umumnya mempercepat penyebaran nyamuk Aedes aegypti, pembawa virus DBD.

“Kalau sudah mulai musim pancaroba, seharusnya sudah ada langkah-langkah pencegahan. Jangan tunggu kasus naik baru bertindak,” tegasnya.

Politisi perempuan ini juga menyoroti pentingnya peran masyarakat dalam menanggulangi wabah ini. Menurutnya, upaya pemerintah tidak akan maksimal tanpa dukungan aktif warga dalam menjaga kebersihan lingkungan dan menghilangkan tempat-tempat berkembang biaknya nyamuk.

Baca Juga : Tekan Angka DBD, Dinkes Bontang Sebar Nyamuk Wolbachia di 4.911 Titik

“Menjaga kebersihan itu bukan cuma tugas pemkot atau pemprov. Ini tanggung jawab bersama. DBD bisa dicegah kalau semua terlibat,” tambah Damayanti.

Ia pun menyebut masih adanya kendala teknis di lapangan, seperti terbatasnya tenaga kesehatan hingga keterlambatan pelaporan kasus dari fasilitas layanan primer, yang memperlambat penanganan secara sistematis.

Sebagai solusi jangka panjang, Damayanti mendorong pemerintah untuk membangun sistem pencegahan yang berkelanjutan, bukan sekadar reaksi sesaat ketika angka kasus melonjak.

“Kita perlu sistem pencegahan yang jalan terus, bukan hanya saat kasus meledak,” pungkasnya. (An/Dr-Adv)

Baca Juga

Back to top button